Saturday, June 23, 2018

...

Rebranding: Koperasi Digital yang Diminati Milenial


Koperasi belumlah mati, ia sedang berusaha bangkit kembali. Tampil dengan wajah muda berseri, agar generasi masa kini mau mencintai.

Dua kalimat itulah yang ada di benak saya tentang Koperasi. Saya percaya, seperti apa yang pernah dikatakan Bung Hatta di tahun 1955, “Cita-cita koperasi harus hidup dahulu, dihidupkan terus menerus. Barulah bangun organisasi-organisasi koperasi sebagai badan pelaksana cita-cita.”

Walau harus diakui memang, suka atau tidak suka, koperasi dan peranannya dalam kancah perekonomian belum terlalu populer terutama di kalangan generasi milenial. Bahkan berdasarkan survei yang telah dilakukan, total ada 60% penduduk Indonesia (yang berusia 17-30 tahun) tidak paham dan tidak tertarik pada koperasi.

Lalu, Benarkah Koperasi Mati Suri?

Saya rasa, itulah yang membuat koperasi mengalami mati suri. Koperasi kalah bersaing dengan sistem kapitalis yang lebih up to date di kalangan milenial. Padahal, seharusnya tidaklah demikian.


Pernah, di suatu kesempatan, saya diminta berpidato di hadapan teman-teman kampus. Materi pidato saya yang berjudul, “Ketika yang Maha Tak Lagi Berdaya Guna” terinspirasi dari keadaan koperasi di Indonesia, nampaknya mengena di hati salah seorang dosen saya. Selesai berpidato kemudian ia menghampiri saya.

Dengan nada heran ia bertanya, “apa maksudnya, ketika yang maha tak lagi berdaya guna?”. Saya jelaskan bahwa, saya begitu heran dengan mahasiswa masa kini yang kurang mencerminkan kata 'maha' itu sendiri. Padahal 'maha' berarti sesuatu yang paling tinggi levelnya. Tapi sering kali mahasiswa, -pelajar level tertinggi- tidak mencerminkan makna kata itu sendiri pada kesehariannya. Seperti pada saat mereka menggalang dana baik untuk sosial atau kemanusiaan, banyak mahasiswa yang memilih untuk meminta sumbangan di jalan raya, dan menurut saya itu menurunkan citra mahasiswa sebagai pelajar level tertinggi.

Seharusnya, mereka bisa mengaplikasikan peranan koperasi dengan cara menggerakkan sektor ekonomi mikro dengan berjualan makanan, minuman atau bahkan kerajinan tangan. Dahulu, Bung Hatta begitu gigih membangun Koperasi pada eranya, tapi mengapa kita anak cucunya -sang mahasiswa- enggan untuk meneruskan apa yang Bung Hatta perjuangkan.

Memang perlu diakui, bukan perkara mudah mengajak mahasiswa dan generasi milenial untuk mengenal dan meneruskan jejak koperasi. Rasanya cara-cara seperti ceramah, seminar, workshop sudah terlalu old school untuk milenial. Nggak keren dan membosankan.

Harus ada cara-cara yang lebih kreatif dan inovatif yang harus dilakukan. Mengingat mahasiswa dan generasi milenial tak suka berteori dan lebih senang dengan tantangan.

Hal itulah, yang pernah saya rasakan, saat mengikuti mata kuliah Kewirausahaan. Dosen saya yang juga pegiat KUKM, tak banyak memberikan teori. Beliau langsung membagi kelas menjadi beberapa kelompok, dan meminta setiap kelompok membuat koperasi kecil dengan menentukan ketua dan pengurusnya, jumlah iuran dan usaha yang akan dijalankan.


Tanpa banyak bertanya ini dan itu, setiap kelompok excited berdiskusi. Di akhir semester setiap kelompok mempresentasikan apa yang sudah dijalankannya. Dan pada akhirnya, kami semua mengerti tentang apa itu koperasi, apa maknanya dan bagaimana peranannya dalam masyarakat. Begitulah seharusnya koperasi dihidupkan. Dengan pendekatan yang mudah, tanpa banyak teori tapi sarat aplikasi.

Kini saya semakin paham, kunci kebangkitan koperasi berada di tangan mahasiswa. Sudah seharusnya mahasiswa mengambil peran dalam langkah Rebranding Koperasi.

Saatnya Mahasiswa Menjadi Ikon Rebranding Koperasi


Mahasiswa menjadi generasi yang saat ini digadang-gadang sebagai bagian penting dalam perkembangan negara Indonesia. Apalagi jika melihat prediksi periode bonus demografi pada tahun 2020 sampai dengan 2030, usia produktif akan lebih banyak dari usia non-produktif. Sadar akan hal ini, satu langkah nyata kemudian digagas oleh Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspasyoga, yaitu sebuah program strategis bertajuk Rebranding Koperasi.

Tujuannya tidak lain, agar mahasiswa yang merupakan generasi penerus bangsa tahu, paham dan tertarik untuk berkoperasi. Saya sendiri, sebagai generasi penerus bangsa, amat mengapresiasi program ini.

Adapun hal-hal yang bisa dilakukan mahasiswa sebagai ikon Rebranding Koperasi adalah:

  • Buang pemikiran negatif tentang koperasi yang kuno, jadul dan hanya berisi orang tua. Sadari bahwa koperasi saat ini hadir dalam bentuk yang kekinian dan dapat menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
  • Komunitas dan acara kumpul-kumpul bisa ditambahkan nilainya dengan membuat koperasi. Selain menambah keeratan hubungan anggotanya, kumpulan ini juga menjadi legal dan bisa dikembangkan untuk usaha yang produktif. Maka tepat jika koperasi diibaratkan bagai menyelam sambil minum air.
  • Bergabung dengan Kopma (Koperasi Mahasiswa) agar semakin memahami eksistensi koperasi.
  • Ubah pola pikir dari pencari kerja menjadi penyedia lapangan kerja.
  • Belajar dan berkaca dari kesuksesan koperasi di negara lain.

Rebranding: Koperasi Digital yang Diminati Milenial

Saat ini adalah era di mana teknologi dan informasi menjadi komoditi utama dalam pergerakan ekonomi global. Dan sudah seharusnya, koperasi mengembalikan kejayaan yang pernah ada pada era terdahulu, di mana koperasi menjadi poros dalam setiap kegiatan ekonomi di perkantoran, pemerintahan, di desa maupun di kota.


Mahasiswa dan generasi milenial yang kini terbiasa dengan kecepatan arus informasi menjadi alasan mengapa koperasi perlu berbenah diri, terutama dalam hal mengimplementasikan teknologi dalam kegiatan koperasi.

Adapun yang harus dilakukan koperasi dalam rangka Rebranding menjadi koperasi digital yang diminati milenial adalah:

  • Membuat akun di media sosial yang memperkenalkan diri bahwa koperasi hadir dengan wajah baru yang ikut terjun dalam gelombang teknologi dan informasi dan tentunya tidak hanya diisi oleh orang tua saja. Selain itu koperasi juga harus memberikan added value yang dibutuhkan milenial saat ini.
  • Pemerintah harus perbaiki regulasi. Undang-undang (UU) No. 25 tahun 1992 rasanya sudah tidak memadai untuk pengembangan koperasi di Indonesia. Seperti halnya syarat keanggotaan koperasi yang mengharuskan berisi 20 orang sebagai syarat awal. Padahal di luar negeri untuk mendirikan koperasi hanya perlu 2 orang saja. Hal ini juga diatur dalam Internasional Co-operative Law Guidance.
  • Bersama Kemenkop dan UKM memberikan pelatihan bagi kopma, berupa pelatihan kewirausahaan dan manajemen perkoperasian. Tujuannya tentu agar mahasiswa dapat berkoperasi dengan baik dan benar.
  • Mengadakan Olimpiade Koperasi Nasional sebagai bentuk pengenal koperasi di sekolah.
  • Bekerja sama dengan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan BEM tingkat universitas untuk melakukan sosialisasi koperasi.
  • Menghadirkan kemudahan dalam aplikasi dan pelayanan terpadu yang dapat diakses menggunakan internet dan tentunya terintegrasi dengan perbankan.

Sebenarnya, langkah awal Rebranding Koperasi ini telah dilakukan pemerintah melalui Reformasi Total Koperasi, yaitu hadirnya koperasi berkualitas yang membukakan mata mahasiswa tentang peran koperasi sebagai tulang punggung perekonomian nasional, sekaligus sebagai role model bagi koperasi yang lainnya, seperti Kopma UGM dan Kopma Walisongo. Semoga seiring dengan Rebranding yang kian sukses, semakin bertumbuh juga koperasi yang berkualitas dan dapat menjadi contoh bagi koperasi yang lainnya.

Suksesnya Penerimaan Anggota Kopma Walisongo
source: www.lpminvest.com

Selain itu, langkah 'digital' berikutnya yang telah dilakukan Kemenkop adalah membuat sebuah aplikasi laporan sederhana yang dapat membantu pengusaha mikro mencatat arus keuangan usahanya. Aplikasi Lamikro yang sudah tersedia di Playstore ini, tentunya menggantikan metode tradisional pencatatan manual menjadi digital. 


Baca Juga: Bingung dengan Pembukuan Bisnis? Yuk Kenalan dengan Lamikro

Di kesempatan lain, saya juga pernah berbincang langsung dengan Pak Menteri Puspayoga, beliau yang ternyata sangat cinta budaya Indonesia ini menuturkan, jika saja berbagai kerajinan dari hasil kebudayaan Indonesia yang sangat beragam ini dapat dimaksimalkan di dalam Koperasi, maka bukan hanya Koperasi Indonesia yang akan maju, tapi juga perekonomian nasional. 


Alhamdulillah bersempatan sharing langsung tentang koperasi dengan Pak Menteri Puspayoga

Lagi-lagi, peranan koperasi seperti menyelam sambil minum air. Dengan memaksimalkan koperasi yang ada di seluruh Indonesia, maka kebudayaan daerah akan tetap lestari dan perekonomian kita pun ikut berseri. 

Tak heran jika Kemenkop kemudian menggandeng Rano Karno -Si Anak Betawi- sebagai Duta Koperasi yang baru. Selain terkenal dekat dengan anak muda, Rano Karno juga dinilai mampu mewujudukan peran ganda koperasi tadi. 


foto bersama dengan Rano Karno, Duta Koperasi yang Baru

Saya berharap, semoga kelak, Koperasi Indonesia akan sesukses Jerman dan Swedia di mana koperasi tumbuh sebagai budaya yang mengakar dan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perekonomian.

Anyway, siapkah kamu menjadi ikon Rebranding Koperasi dan mengambil peran dalam memajukan perekonomian nasional? Share jawabannya di kolom komentar ya ^_^



No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah mampir. semoga bermanfaat ^_^
Jangan lupa tinggalkan komen yaaa ;D