Bagiku, zakat bukan sekadar kewajiban agama, tapi juga sebuah perjalanan emosional yang menghubungkanku lebih dekat dengan keluarga dan kerabat. Ada perasaan mendalam yang nggak bisa diungkapkan ketika pada akhirnya aku sadar bahwa beberapa orang terdekatku hidup dalam situasi sulit.
Lepas ditinggal kedua orang tuanya, sepupuku bisa dibilang cukup kekurangan. Mereka harus benar-benar struggle untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terlebih di masa sulit seperti sekarang ini.
Terkait kondisi sepupuku, lantas muncul sebuah pertanyaan besar, apakah boleh zakat kita disalurkan kepada keluarga sendiri? Apakah ini melanggar aturan zakat, atau justru merupakan bagian dari kewajiban kita sebagai muslim?
Pengalaman ini membawaku pada pemahaman yang lebih dalam mengenai makna dan hukum menyalurkan zakat untuk keluarga. Bukan hanya soal memberikan harta kepada yang membutuhkan, tetapi juga tentang bagaimana cara kita bisa mengutamakan orang-orang terdekat tanpa melanggar syariat. Di momen-momen itulah aku menyadari, zakat dan sedekah bukan hanya tentang angka, tetapi juga tentang kepedulian dan tanggung jawab.