Semua ibu pasti berharap dapat melahirkan dengan metode normal, namun pada kenyataannya tak semua ibu dapat melakukannya karena sejumlah faktor. Karena itu penting bagi ibu, untuk merencanakan kehamilan maupun menyiapkan persalinan dengan melakukan deteksi dini.
Deteksi dini sangat penting dilakukan guna mengetahui apakah ibu memiliki faktor risiko yang dapat menyebabkan kehamilan berisiko tinggi dan memengaruhi kondisi kesehatan ibu, janin, atau keduanya.
Dalam Webinar Bicara Gizi bertema ‘Rencanakan Persalinan Secara Matang dengan Tes Potensi Caesar’ yang diselenggarakan oleh Danone Specialize Nutrition Indonesia, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Fetomaternal Dr dr Rima Irwinda, SP OG(K) menjelaskan mengenai beberapa faktor pemicu kehamilan berisiko tinggi yang harus diketahui ibu hamil, yaitu:
🤰 Kondisi fisik, seperti; tinggi badan kurang dari 145 cm, panggul sempit dan umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
🤰 Kondisi medis sebelum hamil, seperti; penyakit hipertensi, obesitas, diabetes, jantung, ginjal kronis, riwayat keguguran, atau riwayat kelainan genetik keluarga.
🤰 Kondisi medis yang timbul saat hamil, seperti; preeklamsia, gestational diabetes, dan tiroid.
🤰 Kondisi kehamilan terkait komplikasi, seperti; prematur, kembar, placenta previa.
🤰 Kondisi janin yang terkadang baru terlihat setelah USG, seperti posisi janin dalam kandungan, dsb.
Faktanya, peningkatan umum faktor risiko ibu menjadi penyumbang besar atas meningkatnya persalinan caesar di seluruh dunia. Bahkan, berdasarkan riset dari organisasi kesehatan dunia (WHO), jumlah persalinan caesar terus meningkat secara global dengan jumlah lebih dari 1 di antara 5 (21%) dari semua kelahiran. Sementara menurut Riskesdas 2018, dalam skala nasional angka prevalensinya hampir 18%.
Risiko Persalinan Caesar
Tentunya tingginya jumlah tindakan persalinan caesar perlu diimbangi dengan pengetahuan mengenai manfaat dan risiko metode caesar, terutama bagi kesehatan anak. Dengan begitu, ibu hamil tidak memilih operasi caesar sekedar karena gaya hidup, namun benar-benar telah memahami manfaat dan juga risikonya.
Adapun risiko persalinan caesar yang bisa dialami ibu di antaranya adalah risiko kematian 13 per 100 ribu, infeksi luka operasi, perdarahan, perlukaan organ sekitar, perlekatan setelah operasi, hernia insisional, komplikasi akibat anestesi, dan bekuan darah yang menyumbat paru atau emboli paru.
Dokter Rima juga menjelaskan selain risiko yang dihadapi ibu, metode persalinan caesar juga dapat mempengaruhi kesehatan si kecil.
“Ini karena faktanya, metode kelahiran caesar merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan mikrobiota pada anak sehingga berpotensi mempengaruhi sistem daya tahan tubuhnya. Bayi juga berisiko mengalami kesulitan bernafas sementara pada neonatus,” ungkap dr Rima.
Di kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi dr. Molly D. Oktarina, SpA(K) juga menjelaskan mengenai salah satu risiko metode kelahiran caesar yaitu menyebabkan gangguan keseimbangan kolonisasi mikrobiota di saluran pencernaan si Kecil.
“Pada operasi caesar, jumlah bakteri Enterobacteriaceae pada saluran cerna bayi juga lebih tinggi dibanding bakteri bifidobacterium dan Lactobacilus. Tingginya Enterobacteriaceae dapat meningkatkan risiko asma, penyakit alergi, kelebihan berat badan, dan obesitas, hingga meningkatnya risiko autis sebesar 33% dan attention deficit disorder 17%. Bayi caesar juga tidak mengalami respon stres sebelum lahir sehingga menyebabkan kegagalan atau maladaptif aktivasi imunnya,” ungkap dr Molly.
Hal ini tentunya berbeda bila melahirkan persalinan secara normal. Ibu dapat segera melakukan skin to skin contact dengan bayinya setelah lahir dan melakukan inisiasi menyusui dini lebih lama. Daya tahan tubuh bayi juga lebih kuat. Penyembuhan luka ibu setelah melahirkan juga lebih cepat dan persalinan berikutnya biasanya lebih cepat dengan risiko yang lebih rendah.
Tes Potensi Caesar 2.0 by Nutriclub
Salah satu upaya yang penting dilakukan ibu dalam mempersiapkan dan menentukan metode kelahiran adalah melakukan tes potensi caesar. Pengecekan potensi caesar sebaiknya dilakukan secara berkala, terutama saat kehamilan memasuki trimester III. Hal ini dikarenakan ibu dan janin sangat mungkin mengalami perubahan kondisi kesehatan selama masa kehamilan berjalan.
Untuk memudahkan orangtua melakukan deteksi dini potensi caesar, Danone SN Indonesia melalui Nutriclub meluncurkan Tes Potensi Caesar 2.0. Tools digital ini merupakan pengembangan dari Tes Potensi Caesar yang diluncurkan pada tahun 2020.
Tes Potensi Caesar 2.0 by Nutriclub dikembangkan berdasarkan studi literatur dan validasi hasil oleh ahlinya yaitu Dr dr. Rima Irwinda, SpOG(K).
Dengan flow test yang lebih simpel, tes dapat dilakukan dengan praktis dan cepat karena hanya membutuhkan waktu dua menit.
Hasil tes memberikan informasi yang lebih akurat dan komprehensif berupa angka persentase tingkat potensi caesar dengan skala low/med/high risk.
Selain itu, hasil tes juga sudah dipersonalisasi sesuai dengan kondisi yang sedang dialami Ibu sehingga dapat digunakan sebagai data penunjang saat berkonsultasi dengan dokter sebagai bahan pertimbangan.
Tes Potensi Caesar 2.0 by Nutriclub bertujuan untuk membantu mengetahui potensi caesar pada kehamilan agar nantinya Ibu dapat mempersiapkan persalinan caesar dengan lebih baik dan matang, meliputi persiapan sebelum, saat, dan sesudah persalinan. Tes Potensi Caesar 2.0 dapat diakses melalui www.nutriclub.co.id dan untuk infromasi lebih lanjut bisa kunjungi instagram @nutriclub_id.
Yang Harus Dilakukan Ibu, jika Terpaksa Melahirkan secara Caesar akibat Kehamilan Berisiko Tinggi
Dalam webinar kemarin, dr. Molly juga menjelaskan terkait langkah yang harus dilakukan orang tua, jika terpaksa melahirkan secara caesar akibat kehamilan berisiko tinggi, yaitu mengoptimalkan sistem daya tahan tubuh anak kelahiran caesar dengan cara mengembalikan kesimbangan kolonisasi mikrobiota di saluran cernanya melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI).
“Ibu wajib memberikan ASI pada bayinya, apalagi bila bayi lahir melalui caesar. ASI merupakan makanan terbaik bagi anak usia 0-6 bulan yang mengandung nutrisi lengkap seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan kandungan lain yang sangat bermanfaat bagi kesehatan si Kecil,” ujar dr Molly.
ASI juga mengandung prebiotik dan probiotik, paduan keduanya membentuk sinbiotik yang berkontribusi mengembalikan keseimbangan mikrobiota pada saluran cerna si Kecil. Karena itu, pastikan Ibu menyusui mengonsumsi makanan yang bergizi lengkap dan seimbang agar produksi ASI-nya bagus.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah mampir. semoga bermanfaat ^_^
Jangan lupa tinggalkan komen yaaa ;D